Rabu, 29 Desember 2010

Zakat Harta



 Jenis Kekayaan
Benda yang harus dizakati ialah emas, perak, simpanan, hasil bumi, binatang ternak, dagangan, hasil usaha, hasil jasa (honorarium) yang berjumlah besar, harta rikaz, harta makdin dan hasil laut.
a. Emas, perak dan simpanan.
Dasar hukum wajib zakat ernas, perak, simpanan; Al-Qur'an surat At-Taubah (9:34-35) : " Dan orang orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih) pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam, lain dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan pinggang mereka (lain dikatakan kepada mereka), Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu".

Emas simpanan dikenakan zakat baik berupa mata uang atau batangan asal dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 20 dinar atau kurang lebih 94 gram emas) zakatnya 21/2 persen. Perak simpanan juga dikenakan zakat, baik berupa mata uang atau batangan yang dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 200 dirham, sama dengan 27 7/9 real Mesir, 3ama dengan 5551/2 gurus Mesir atau lebih kurang 672 dan perak simpanan yang masing masing kurang dari senisab tidak perlu dikumpulkan agar menjadi senisab yang kemudian dikeluarkan zakatnya. Misalnya seorang yang mempunyai simpanan 10 dinar emas, (setengah nisab) dan 100 dirham perak (setengah nisab) tidak dikenakan zakat pada kedua-duanya. Demikian disebutkan dalam Fikhussunah jilid I halaman 340 : "Barang siapa memiliki emas kurang dari senisab dan memiliki perak demikian juga, maka kedua benda itu tidak usah dikumpulkan agar menjadi senisab, karena jenisnya berbeda seperti sapi dengan kambing. Jadi jika ada seorang memiliki 199 dirham perak dan 19 dinar emas maka benda itu tidak dizakati".

Seorang wanita yang memiliki perhiasan emas atau perak yang cukup senisab dan dimilikinya cukup setahun hendaklah membayar zakat 21/2 (dua setengah) persen, karena hadis di bawah ini : "Para Ulama berbeda pendapat tentang perhiasan wanita yang dari emas atau perak. Abu Hanifah dan Ibnu Hazmin memilih wajib zakat asal perhiasan itu telah senisab. Mereka berdalih dengan yang diriwayatkan oleh Umar bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya yang berkata: Ada dua orang wanita menghadap Rasulullah sedangkan di tangan kedua wanita itu terdapat gelang emas. Rasulullah bertanya 'Apakah kalian senang nanti pada hari kiamat Allah memakaikan gelang dari api neraka kepada kalian ? Jawab mereka tidak senang !' Rasulullah memerintahkan 'Bayarlah zakat apa yang ada pada tangan kalian'.

Asma binti Yazid berkata 'saya dan bibi saya menghadap Rasulullah, kami waktu itu berdua memakai gelang emas, maka Rasulullah bertanya 'Apakah kalian mengeluarkan zakat gelang itu ? Kami jawab 'tidak'. Rasulullah bertanya lagi 'Apakah kalian tidak takut bila Allah memakaikan kepada kalian gelang dari api neraka ? bayarlah zakatnya'.

'Aisyah berkata : "Saya kedatangan Rasulullah dan beliau melihat di jari jari tangan saya ada beberapa cincin perak. Maka pertanyaan beliau kepadaku : 'Apa itu Aisyah (yang ada pada jari jarimu) ? 'Jawabku': itu saya bikin untuk berhias guna menghadapi engkau Rasulullah ! Rasulullah bertanya :'Apakah engkau membayar zakatnya ? ! Jawabku : Tidak atau masyaallah. Rasulullah berkata:'itu cukup bagimu untuk mendapatkan api neraka ".
'Para Ulama, telah sepakat bahwa perhiasan dari batu-batuan yang berharga seperti : intan, berlian, zamrud, merjan, akik, pirus tidak wajib zakat, kecuali jika kesemuanya itu dijadikan dagangan, maka terkena zakat tijarah'.
Uang kertas simpanan yang jumlahnya sebesar nisab emas atau perak, bila simpanan itu cukup setahun maka wajib dizakati . 'Uang kertas atau cek adalah merupakan kwitansi pinjaman yang ditanggungkan, ia wajib dizakati bila telah cukup nisab karena uang kertas atau cek itu dapat dibayar dengan perak secara kontan'.

Siapa mempunyai emas atau perak berbentuk apapun, atau mempunyai mata uang yang semuanya masing-masing senisab, akan tetapi di tangan orang lain sebagai pinjaman, maka ia berkewajiban membayar zakatnya setelah milik itu diterima kembali. Jadi selama hutang itu belum dikembalikan ia tidak wajib melaksanakan zakatnya.

'Ada kalanya hutang itu oleh orang yang berhutang disanggupi untuk mengembalikannya. Dalam hal ini ada beberapa pendapat para ulama Pendapat pertama yang punya piutang berkewajiban membayar zakat, akan tetapi pelaksanaannya setelah hutang itu diterima kembali. Pendapat ini adalah pendapat Ail, Tsaur, Abi Tsaur, mazhab Hanafi dan mazhab Hambali".

b. Harta Dagangan.
Arti berdagang : "Berdagang (tijarah) ialah memutar uang dengan tukar menukar atau jual beli dengan maksud mencari keuntungan'! (Mahalli jilid II halaman 27).

Mengingat kaidah di atas, maka setiap pemutaran uang atau modal dengan tujuan mencari keuntungan seperti mendirikan pabrik, mendirikan rumah untuk dijual belikan atau dikontrakkan, membuka perusahaan taksi dan lain-lain adalah termasuk tijarah atau dagang yang dikenakan zakat.
Dasar hukum wajib zakat dagangan ialah Al-Qur'an surat AlBaqarah (2 : 267) : 'Wahai orang orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu '.

Dan hadis riwayat Samurah bin Jundab : 'Rasulullah mememrintahkan kami agar mengeluarkan shadaqah atau zakat yang kami sediakan untuk dijual'.

Demikian shahabat dan ulama mewajibkan zakat tijarah. 'Ulama~llama besar dari para shahabat, tabiin dan ahli fiqih memilih hukum wajib zakat harta dagangan'.

Syarat wajib zakat tijarah adalah jumlah nilainya ada senisab emas (20 dinar) dan harus sudah bejalan setahun. Jadi zakat tijarah harus dilakukan setiap tahun sekali. Cara pelaksanaannya ialah setelah tijarah berjalan satu tahun, uang kontan yang ada dan segala macam barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah yang didapat dikeluarkan zakatnya 21/2% (dua setengah persen) Dari hasil zakat dagangan ini, jika semua pedagang muslim berzakat akan terkumpul sejumlah zakat yang besar sekali.

c. Hasil Bumi
Dasar hukum zakat hasil bumi ialah Al-Qur'an surat Al Baqarah (2: 267) 'Dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lain kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi maha Terpuji".

Dan surat Al-An'am (6:141): 'Dan Dialah yang menjadikan kebun kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila ia berbuah,dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dishadaqahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah fidak menyukai orang-orang yang berlebihan"
Zakat hasil bumi tanpa syarat haul, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan zakatnya. Sedangkan panen hasil bumi ada yang sekali setahun, ada yang dua kali, ada yang tiga kali, bahkan ada yang empat kali. Setiap kali panen jika hasilnya ada senisab dikeluarkan zakatnya dan jika tidak cukup senisab tidak usah hasil panen itu dikumpulkan dengan hasil panen yang lain guna mengejar nisab.
Ayat di atas menegaskan : 'Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya'.

Adapun nisab hasil bumi ialah lima wasak (satu wasak sama dengan 60 sha' dan satu sha' sama dengan 3 1/2 liter) atau 5 X 60 X 3,50 liter = 1.050 liter.
Kadar zakat hasil bumi adalah jika pengairannya atas jerih payah si penanam maka zakatnya 5% (lima persen). Akan tetapi jika pengairannya dengan air hujan, air sungai, air irigasi yang kesemuanya itu si penanam tidak berusaha apa apa maka zakatnya 10% (sepuluh persen). Memang zakat hasil bumi ini adalah yang paling berat dari sekian macam zakat.

Tentang macam hasil bumi yang dikenakan zakat ada yang berpendapat hanya 4 macam yang disebut dalam hadis ini : 'Abu Burdah menceritakan, bahwa Rasulullah mengutus Abu Musa dan Mu'adz ke Yaman guna mengajar orang-orang di sana tentang soal-soal agama mereka. Rasulullah menyuruh mereka jangan mengambil shadaqah/zakat (hasil bumi) kecuali 4 macam ini, ialah gandum (hinthah), syair, kurma dan anggur kering (zabib)"

Adanya hadis itu benar dan tujuannya pun benar, karena ditujukan ke daerah Yaman. Pada waktu itu di sana hasil bumi yang ada hanya 4 macam itulah, yang layak dipungut zakatnya. Jika hadis itu akan diterapkan di seluruh dunia pada zaman ini, teranglah di Indonesia tidak akan ada zakat hasil bumi, sebab keempat macam barang itu boleh dikata tidak ditanam di Indonesia. Sebaliknya yang ada di Indonesia dan penting bahkan tidak termasuk di dalam hadis itu, misalnya beras, jagung, ubi, singkong, sagu, kentang dan lain-lain.
Di zaman maju, zaman orang menanam padi, jagung, kopi, tebu, lada, cengkih dan lain-lain, hendaknya jangan hanya berorientasi kepada kurma saja. Zakat berlaku di segala zaman dan di segala tempat di bumi ini, oleh karena itu mengenai soal zakat hasil bumi Allah berfirman Surat AL-Baqarah (2 : 267) : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu'.

Setelah Allah menjelaskan demikian itu, janganlah sampai terjadi keganjilan, orang menanam padi yang luasnya hanya 1/4 hektar karena hasilnya cukup senisab dikenakan zakat, sedangkan penanam tebu, kopi, lada, karet, cengkih dan lain-lain berpuluh puluh hektar tidak terkenai zakat dengan alasan tidak termasuk 4 macam dalam hadis di atas.

Insafilah, bahwa zakat itu : 'Diambil zakat itu dari orang kaya dan dikembalikan/diberikan pada orang fakir.
Janganlah sekali-kali terjadi orang kaya tidak memenuhi kewajibannya memberikan hak para fakir miskin ialah zakat. Sangat diharapkan hasil bumi yang dikenakan zakat ialah yang telah disetujui oleh imam-imam Hanafi, Maliki, Syafi'i atau Ahmad.

Berikutnya

Pendapat mereka dalam garis besarnya sebagai berikut :
Pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa wajib, zakat pada setiap jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dan bumi tanpa ada perbedaan antara biji-bijian dan airnya dengan syarat dapat diketam hasilnya, tanahnya milik sendiri dan tumbuhnya wajar. Dikecualikan kayu, bambu, rumput dan tumbuh tumbuhan yang tidak berbuah.
Pendapat Imam Malik, bahwa yang dizakati itu semua yang keluar dari bumi, dengan syarat tumbuh-tumbuhan itu tahan lama dan dikerjakan oleh manusia, baik makanan yang menguatkan seperti buah-buahan dan gandum maupun yang lain-lainnya seperti biji jude dan wiien. Tidak wajib zakat pada biji-bijian dan buah-buahan seperti buah pir, delima dan apel.
Pendapat Imam Syafii, wajib zakat pada sesuatu yang keluar dari bumi, dengan syarat makanan yang menguatkan, tahan lama disimpan, dikerjakan oleh manusia, seperti gandum dan syair (jelai).
Pendapat Imam Ahmad, yang wajib zakat jalah seperti biji bijian, buah-buahan yang kering dan yang basah, rumput dan di tanam oleh manusia, ditanah mereka sendiri, baik makanan yang menguatkan seperti gandum maupun yang lainnya seperti kapas, rempah-rempah, ketumbar, jinten atau dari jenis tanaman seperti kapas, semangka, mentimun atau jenis sayuran seperti jude, wijen. Dan wajib zakat juga pada tumbuhan lainnya apabila terdapat sifat yang sama dengan tamar dan kurma, mismis, buah tin, buah badan dan mengkudu.
Jika saran di atas dapat dilaksanakan di Indonesia maka, zakat hasil bumi di tanah air ini sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Al-Qur'an .

d. Binatang ternak.
Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah sapi, kerbau dan kambing. Zakat ini harus dengan syarat haul.

Adapun nisabnya sebagai berikut :

Kambing :

Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 40 ekor
Dari jumlah 40 s/d 120 zakatnya seekor kambing
Dari jumlah 121 s/d 200 zakatnya dua ekor kambing
Dari jumlah 201 s/d 300 zakatnya tiga ekor kambing
Selebihnya setiap ada 100 ekor zakatnya satu kambing

Sapi :

Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 30 ekor sapi.
Dari jumlah 30 s/d 39 zakatnya seekor sapi berumur setahun lebih, sapi ini diberi nama "Tabii".
Dari jumlah 40 s/d 59 zakatnya seekor sapi berumur dua tshun lebih, sapi ini diberi nama "Musinnah"
Dari jumlah 60 s/d 69 zakatnya dua ekor sapi berumur satu tahun lebih.
Dari jumlah 70 s/d 79 zakatnya dua ekor sapi, seekor berumur satu tahun lebih, seeker berumur dua tahun lebih.
Selebihnya dari itu setiap ada tambahan 30 zakatnya seekor sapi tabii, dan setiap ada ta!nbahan 40 zakatnya seeker sapi musinnah. ( Jadi jika ada 120 ekor dapat dianggap 30 kali 4 atau 40 kali 3 ).

Kerbau :

Zakat kerbau persis sama dengan zakat sapi.

Unta :

Di Indonesia tidak ada unta, karena itu tidak perlu dibahas zakatnya di sini.

Perhatian sapi, kerbau dan kambing adalah binatang ternak yang banyak sangkut pautnya dengan hukum Islam, ialah zakat, akikah, qurban dan dam (dalam peribadatan haji). Kuda dan ayam secara resmi (sebagai binatang ternak) tidak dikenakan zakatnya, kecuali jika dijadikan harta dagangan atau usaha peternakan, maka dikenakan zakat tijarah/zakat harta dagangan.

2. Zakat Koperasi (Syirkah)

Sejumlah orang mengumpulkan modal meskipun masing-masing tidak sama besarnya, untuk usaha misalnya mendirikan pabrik atau berdagang, jika harta usaha itu cukup senisab dan telah berjalan cukup setahun, harus dikeluarkan zakatnya. Zakat ini adalah zakat syirkah/koperasi. Oleh karena itu janganlah diperhitungkan besar-kecilnya modal masing-masing anggota.

Demikian disebutkan dalam Fikhussunnah jilid I halaman 371: 'Menurut pendapat ulama Syafiiyah, bahwa setiap bagian dari modal yang dicampur itu mempengaruhi dalam hal zakat, sehingga modal dua orang atau beberapa orang itu seperti modal seorang. Yang kemudian hal itu dapat mempengaruhi ada tidaknya zakat "

Sekedar penjelasan misalnya modal itu sekiranya dipecah pecah tidak wajib zakat, karena masing-masing belum ada senisab, akan tetapi karena modal itu dikumpulkan menjadi satu dan jumlah itu cukup senisab, maka kesemuanya itu terkena zakat.

3. Zakat Rikaz

Rikaz ialah benda kuno yang ditemukan. Benda-benda ini di Indonesia milik Negara. Apapun wujudnya dan bagaimanapun nilai harganya si penemu biasanya mendapat hadiah dari Pemerintah. Menurut Hukum Islam, rikaz ada permasalahannya sebagai berikut : 'Kata Imam Malik : 'Persoalan yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Malikiah dan saya mendengar para ahli ilmu mengatakan bahwa rikaz itu ialah barang terpendam yang ditemukan dari pendaman zaman kuno yang diperoleh tanpa pengeluaran uang, tidak dengan biaya dan tidak dengan daya upaya berat, itulah rikaz. Adapun yang ditemukan dengan pembayaran uang dan dengan kerja keras dan berat itupun kadang kadang dapat dan kadang kadang tidak dapat, maka itu bukan rikaz".

Zakat rikaz adalah sebagai berikut : 'Rikaz yang wajib dikeluarkan zakat seperlima (20 persen) ialah berupa apa saja yang ada harganya, seperti emas, perak, besi, timah, kuningan, barang berbentuk wadah hiasan dan yang serupa itu. Kaidah itu adalah pendapat Imam Hanafi, Hambali,Ishak, Ibnu Mundhir, riwayat dari Imam Malik dan salah satu dari pendapat Syafii". Adapun zakat rikaz dan siapa yang memilikinya adalah sebagai berikut : " Di atas telah dijelaskan, bahwa rikaz itu barang terpendam orang orang zaman kuno dan zakatnya seperlima. Adapun yang empat perlima (80 persen) bagi pemilik tanah yang pertama jika ia masih ada, jika ia telah wafat maka bagi para ahli warisnya jika masih ada dan diketahui. Dan jika mereka sudah tidak ada maka yang empat perlima itu dimasukkan ke baitul mal, Inilah pendapat Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad (4 mazllab)".

4. Zakat Makdin

Harta Makdin ialah sebagaimana dijelaskan berikut ini : "Imam Ahmad berpendapat bahwa makdin itu ialah benda yang dikeluarkan dari bumi, terjadi di bumi, tapi bukan dari bumi (bukan dari tanah) sedangkan harta itu berharga.

Harta makdin yang berupa besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak, batu bara dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh negara, oleh karena itu di sini tidak usah dibicarakan. Adapun yang : berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh Pemerintah masyarakat masih diperbolehkan menambangnya. Makdin inilah yang dikenakan zakat, ialah dua setengah persen. Adapun nisabnya seharga nisab emas, ialah 20 dinar atau 94 gram. Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul. Demikian dasar hukumnya :

"Syarat wajib zakat makdin ialah jika keadaan atau nilai harganya senisab emas dan zakatnya dua setengah persen. Dan tasaruf zakat ini sama dengan tasaruf zakat yang lain-lain. Demikian pendapat Imam Maliki, Syafii dan Hambali".

5. Zakat Hasil Laut


Imam Ahmad berpendapat, bahwa barang yang dihasilkan dari ]aut seperti ikan, mutiara dan lain-lain dikenakan zakat jika jumlah harganya sejumlah harga hasil bumi senisab. Pendapat itu diperkuat oleh Abu Yusuf dari mazhab Hanafi terutama mengenai batu-batuan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar