Rabu, 29 Desember 2010

ROKOK LEBIH BAHAYA DARIPADA ABU MERAPI

RADAR MALANG, Senin 8 November 2010

BATU – Bahaya mana antara abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi dan abu rokok? Dr. Aru Sudoyo SpPD, ketua Perhimpunan Dokter Penyakit dalam Indonesia (PAPDI), punya jawabnya.
Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) yang digelar di Hotel Purnama kemarin, dokter Aru mengungkapkan bahwa bahaya abu vulkanik masih kalah dengan bahaya abu atau asap rokok. Abu vulkanik kebanyakan berupa pasir atau debu yang lembut yang bahayanya tak jauh beda dengan abu pada umumnya.
“Bahaya debu vulkanik itu masih bisa dihalangi dengan masker karena partikel debu vulkaniknya lebih besar dan itu tidak terlalu gawat”, ujarnya dokter Aru.
Namun, beda dengan asap rokok. Racun dalam asap itu bisa masuk meski menggunakan masker. Nikotin yang membahayakan bisa menembus masker itu.
Hanya sayangnya, masyarakat justru menganggap remeh asap rokok. Padahal inilah yang seharusnya terus menerus dikampanyekan untuk tidak merokok.
Bagaimana dengan debu jalanan? Debu jalanan pada dasarnya memiliki tingkat bahaya yang tidak jauh berbeda dengan debu vulkanik. Jika dalam kadar pekat, tetap bahaya. Namun jika masih normal, tidak terlalu bahaya.
“Asalkan orang yang terkena dalam kondisi tidak punya penyakit semacam asma dan gangguan pernapasan yang sensitif, ya relative aman”, ujarnya.
Debu yang melekat di gorden, sprei, baju atau debu-debu lembut yang ada di rumah misalnya, itu justru lebih berbahaya. “Partikel kecilnya yang nyaris tak kelihatan bisa menyebabkan gangguan pernapasan yang lebih parah, terutama bagi yang punya asma”, jelasnya.
Sementara, Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Batu menghimbau masyarakat Batu, khususnya yang miskin agar menghindari rokok. Uang untuk membeli rokok lebih baik digunakan untuk belanja kebutuhan pokok. Pasalnya, jika terkena penyakit, orang miskin itu akan kesulitan biaya.
Namun, dari pendataan yang dilakukan dinkes, justru kebanyakan para perokok itu adalah warga miskin yang berpendidikan rendah. Melihat kondisi ini, dinkes pun sempat mengkaji terkait dengan pemberian jamkesmas. Sempat ada wacana, untuk yang perokok tidak mendapat jamkesmas.
“Namun itu masih sebatas wacana”, ucapnya. Pertimbangannya, para perokok telah nyata-nyata tidak perduli dengan kesehatan diri dan keluarganya. (lid/war)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar